Organisasi
kemahasiswaan sangatlah penting bagi mahasiswa, sebagai tempat menempa
calon-calon pemimpin bangsa yang memiliki integritas, idealisme,
bermoral kebangsaan, serta tidak bermental korup.
Secara
garis besar ormek terbagi menjadi dua yaitu intra dan ekstra. Ormek
intra adalah organisasi yang secara struktural hanya berada di ruang
lingkup kampus semisal; BEM, DPM, HMJ, LPM, UKM (Menwa, Iqma, teater
Sabda, dan lain-lain). Sedangkan ormek ekstra adalah organisasi yang
secara struktural mempunyai ruang lingkup sangat luas, beberapa kampus
seperti (HMI, IMM, PMII, LMND, FMN, PMKRI, GMKI dan lain-lain).
Karena
organisasi diatas berada di tengah-tengah mahasiswa, selayaknya
mempunyai visi dan misi yang ditujukan seluruhnya untuk kemaslahatan
mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Dengan begitu mereka akan
memberikan civic education kepada masyarakat demi terwujudnya
kesadaran kritis dan kecerdasan serta kemandirian masyarakat dalam
berbangsa dan bernegara. Ciri-ciri organisasi yang ideal sebagai
berikut;
Integritas
organisasi sebagai cermin dari integritas kadernya, ibarat gelas
organisasi bisa mempunyai karakter yang berbeda-beda tergantung apa dan
siapa yang mengisinya. Maksud dari apa ialah sistem yang dimiliki dalam
organisasi baik pada saat perekrutan anggota ataupun proses perkaderan.
Apabila sistem yang dibuat bagus, maka hasilnya ada harapan bagus.
Sedangkan siapa adalah orang yang berada dalam sistem tersebut, dia yang
membuat dan melaksanakan sistem. Apabila orang ini konsisten dengan apa
yang disepakati dalam sebuah sistem maka kolaborasi antara sistem dan
pelaku akan membuat organisasi mempunyai integritas yang tinggi.
Idealisme,
sesuai dengan visi dan misi organisasi esensinya demi kemaslahatan
masyarakat. Tatkala organisasi sudah menjadi kaki tangan pihak tertentu
(underbow), maka idealisme organisasi patut dipertanyakan. Hal ini
sering terjadi gerakan pada aktivis-aktivis kita yang terkesan tebang
pilih, kurang sensitif terhadap permasalahan-permasalahan kampus.
Terbukti dengan wacana-wacana aktual di media sebagai bahan kajian utama
mereka, dengan menafikan masalah-masalah kampus. Indikasi ini adalah
pertanda lemahnya daya kritis mahasiswa sebagai implikasi gagalnya
perkaderan dalam organisasi.
Bermoral
kebangsaan, bangsa kita yang bermacam-macam etnis, suku, agama, budaya
merupakan suatu anugerah dari sang pencipta. Toleransi dan saling
menghormati adalah ciri organisasi kebangsaan. Oleh karena itu sikap
yang lebih terbuka dan berperikemanusiaan mutlak dibutuhkan untuk
membentuk organisasi lebih dinamis. Dinamika akan membuat organisasi
lebih dewasa dalam bersikap dalam menyelesaikan masalah.
Tidak
bermental korup, organisasi kemahasiswaan merupakan miniatur dari
negara kita yang sangat korup. Baik sadar ataupun tidak, kita sering
diajari korupsi ketika berkecimpung dalam organisasi. Contoh kecil saat
membuat proposal kegiatan sering terjadi penggelembungan anggaran bahkan
sampai dua kali lipat, mulai dari sinilah benih korupsi disemaikan,
dengan menggerogoti nilai kejujuran. Akibatnya mendarah daging sampai
kader-kader organisasi ini menjadi pejabat negara.
Tips memilih organisasi
Awal
tahun ajaran merupakan start perekrutan anggota or-mek, seperti halnya
MAPABA (PMII), MAPERCA (HMI), MASTA (IMM) dan banyak istilah-istilah
lain. Ada beberapa tips memilih or-mek ;
Pertama,
daftarkan diri anda ke semua or-mek jika memungkinkan baik kondisi
keuangan, waktu dan kesehatan. Ketika mendaftar, mintalah klarifikasi
tentang penggunaan uang pendaftaran, jikalau acara sudah selesai LPJnya
kepada siapa. Idealnya sebuah organisasi memberikan LPJnya kepada pihak
yang memberi kontribusi, baik berupa materi ataupun bukan. Dalam hal ini
peserta juga berhak mengetahui transparansi keuangan organisasi, karena
dia juga ikut menyumbang materi. Pelaksanaan acara merupakan moment
yang tepat untuk menilai profesionalitas dari panitia, indikasinya
adalah tingkat penguasaan materi dalam forum baik pemateri maupun
moderator. Selain itu juga pelaksanaan acara yang sesuai dengan
schedule, ketika menyimpang maka dapat dikatakan profesionalitas mereka kurang.
Kedua,
mencari informasi tentang or-mek, kita bisa bertanya kepada
senior-senior kita bagaimana karakter masing-masing organisasi. Sebisa
mungkin menggali informasi dari beberapa orang yang berlatar belakang
berbeda, agar tidak terkesan subyektif. Selain dari senior, masih ada
sumber lain yaitu buku, majalah, ataupun selebaran. Lha, dari sanalah
kita dapat menilai organisasi mana yang baik bagi kita. Yang tidak kalah
penting adalah kualitas output organisasi, berapa banyak kontribusi
kader-kader yang telah ditempa organisasi itu dalam masyarakat. Semisal
dekan, tatkala fakultas semakin hari semakin buruk, tidak ada inovasi
sedikitpun untuk menjawab perkembangan zaman, sehingga banyak lulusannya
yang nganggur. Itulah hasil pengkaderan organisasi yang
setengah-setengah (magak, jawa), walaupun sebenarnya tidak bisa menjadi
ukuran.
Syariah Kehilangan Arah
Seiring
dengan kemajuan zaman, seseorang dituntut untuk memiliki kompetensi
sesuai bidang yang dipelajari di bangku kuliah. Pasca Undang-Undang No. 3
tahun 2006 tentang peradilan agama, adakah respon fakultas syariah
Sunan Ampel sebagai penyedia SDM di bidang hukum Islam. Kompetensi
lulusan merupakan modal utama untuk menjadi praktisi hukum Islam, baik
menjadi dosen, hakim, panitera, maupun advokat.
Menurut ketentuan pasal 49 Undang-Undang no. 3 tahun 2006, " Pengadilan
agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang; perkawinan; waris; wasiat; hibah; wakaf; zakat; infaq; shadaqah; dan ekonomi syari'ah. Dalam
penjelasan pasal 49 huruf i "Yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah"
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip
syari'ah, antara lain meliputi: bank syari'ah; lembaga keuangan mikro
syari'ah. asuransi syari'ah; reasuransi syari'ah; reksa dana syari'ah;
obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah;
sekuritas syari'ah; pembiayaan syari'ah;
pegadaian syari'ah; dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan bisnis syari'ah.
Dalam
ketentuan pasal 16 Undang-Undang No 4 Tahun 2004, yaitu bahwa hakim
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Secara eksplisit UU diatas
menjelaskan setiap praktisi hukum Islam harus memahami dan menguasai
bidang-bidang ilmu yang menjadi kewenangan pengadilan agama. Apakah
kurikulum kita masih relevan? Lihat dalam tabel
Gerakan Mahasiswa Mati Suri?
Evidensi
sejarah, bahwa peran mahasiswa tidak dapat dipandang sebelah mata dalam
setiap pergolakan politik negeri ini. Tetapi sejauh mana gerakan mereka
mampu memperbaiki kehidupan sosial, ekonomi, politik negara kita ini.
Sepuluh tahun lebih gerakan reformasi 1998 telah berlalu, di saat itu
ribuan mahasiswa dengan balutan jas almamater tumpah ruah di depan
gedung DPR MPR dan mereka mampu merobohkan kejayaan kekuasaan tiran.
Banyak
dari aktivis-aktivis reformasi 1998 menjadi polotikus-politikus yang
haus kekuasaan. Dimana perginya idealisme mereka? Bagaimana dengan
aktivis masa kini? Ada beberapa hal perlu diperhatikan mengapa aktivis
lebih bersifat pragmatis;
Pertama,
sebagai mahasiswa aktivis harus serius menempuh studi formalnya. Kalau
kita amati sekeliling kita, banyak aktivis lambat menyelesaikan studinya
karena terlalu enjoy dalam organisasi baik sosial maupun politik.
Setiap semester ada saja mata kuliah perbaikan, akibat dari menejemen
waktu yang kurang bagus. Dalam berbagai hal kelemahan dalam bidang studi
mengakibatkan lemahnya daya kritis mahasiswa sendiri terhadap kurikulum
ataupun kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan kegiatan pedagogik.
Dalam jangka panjang, tipe mahasiswa ini kurang profesional dalam
menjalankan tugas, seperti ketika menjadi wakil rakyat, undang-undang
yang dihasilkan sering bertentangan satu sama lain dan tidak membela
kepentingan rakyat.
Kedua,
suka membaca dan berdiskusi, untuk menambah wawasan dan menunjang
gerakan, aktivis sudah selayaknya sering melahap bacaan-bacaan tentang
sejarah, teori-teori sosial politik, dasar-dasar filsafat dan keagamaan.
Analisis sosial politik menjadikan aktivis lebih berkualitas, sehingga
tidak hanya jago demo, tetapi mampu juga memberi solusi. Gerakan
mahasiswa sekarang lebih cenderung dipengaruhi oleh pers, apa yang lagi
hangat di media, itu yang menjadi bahan diskusi. Akibatnya gerakannya
lebih bersifat Jakarta sentris yang elitis. Sedangkan masalah lokal
kurang mendapat respon, seperti halnya kurikulum syariah yang 80% tidak
ada perbedaan antara jurusan satu dan yang lain. Karena gerakan
mahasiswa tidak dibangun dari bawah dan kurang ada pendalaman materi,
ketika turun jalan seakan dianggap angin lalu oleh penguasa.
Ketiga, dekat dengan masyarakat bawah ataupun obyek yang diperjuangkan, kemampuan mempertemukan
teori-teori tekstual yang didapat bangku kuliah ataupun dari
bacaan-bacaan dengan realitas sosial adalah ruh dari gerakan mahasiswa.
Kemampuan ini harus didukung oleh intensitas observasi pada masyarakat
bawah, atau mahasiswa sendiri yang merupakan bagian dari obyek yang
diperjuangkan. Karena banyak aktivis kita yang jarang kuliah, kurang up
to date informasi, terlalu dekat dengan birokrasi, rebutan kekuasaan
sehingga tidak punya waktu untuk melakukan pengamatan dan bercengkrama
dengan obyek. Akibatnya tidak ada lagi daya kritis mereka yang menjadi
syarat berhasilnya suatu gerakan.
Keempat,
organisasi sebagai tempat pengasahan pisau analisis dan bertukar
pikiran. Lebih sering kita dengar organisasi dijadikan sebagai batu
loncatan untuk mencari kekuasaan, mirip dengan partai politik
dalam negeri ini. Aktivis hanya sibuk bermain intrik, dalam organisasi
terkesan terkotak-kotak, antar pengurus saling menjatuhkan, sehingga
kader merasa terlantar. Padahal idealnya organisasi adalah salah satu
modal untuk mendukung gerakan mahasiswa, bagaimana mau bergerak kalau
dalam intern organisasi terjadi gap.
Kelima,
seorang aktivis harus mempunyai komitmen terhadap perjuangan yang
mereka gembar-gemborkan. Tanpa komitmen, keempat aspek yang lain diatas
tidak akan menjadikan gerakan bersifat jangka panjang. Dalam keadaan
apapun idealisme mahasiswa harus dipertahankan baik ketika masih menjadi
mahasiswa maupun tidak. Aktivis sejati selalu kritis terhadap
ketidakadilan, ironisnya aktivis sekarang takut tidak mendapat nilai
apalagi di DO jika berani kritis terhadap dosen atau akademik.
Mati Suri
Kelima
aspek diatas adalah tolak ukur melihat perjuangan mahasiswa, gerakan
mahasiswa tanpa dilandasi kelima aspek diatas akan selalu tumbang di
tengah jalan. Lihat gerakan mahasiswa tahun 1998 gagal mewujudkan
cita-cita luhur bangsa Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945
"melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial".
Tidak
akan jatuh ke lobang yang sama, ungkapan ini sudah tak berlaku lagi
bagi mahasiswa sekarang. Kalau kita belajar dari sejarah, permasalahan
mahasiswa sekarang hampir dengan zaman Soekarno sedikit berbeda, jika
zaman Bung Karno mahasiswa kehilangan komitmen perjuangan, mahasiswa
sekarang kehilangan semua aspek modal gerakan mahasiswa. Yang lebih
ironis sekali aktivis sekarang sangat narsis, dengan tak punya malu
menyodorkan diri sebagai calon pemimpin, lewat rangkaian aktivitas
penonjolan diri berselubung keramahan, sok kaya, sok intelek
0 Komentar