Meningkatkan Pengetahuan Hukum Islam dan Hukum Indonesia Kepada Santri ; Pendidikan Nasionalisme serta Mengurangi Main Hakim Sendiri



Oleh: Ali Ibrohim
Hukum Islam dalam dunia pesantren memang telah diajarkan. Akan tetaapi, hal itu lebih kepada hukum yang berbau fikih ubudiyah dan muamalah. Sedangkan fikih dalam bidang pidana kurang begitu didalami. Bahkan, di beberapa pesantren yang kecil sekaligus berbentuk salafiyah tidak diajarkan. Mungkin karena pihak pesantren lebih menyiapkan santri untuk menjadi pimpinan agama di desa, sebagai guru agama di lembaga-lembaga pendidikan Islam dan semacamnya.
Hal ini memang tidak salah dan bukan sesuatu yang buruk. Namun, seyogyanya para santri yang keluar dan dicetak oleh pesantren bukanlah hanya berpengetahuan hukum Islam belaka. Karena nyatanya pesantren yang fanatik dengan keislaman melupakan unsur nasionalisme ala Demokrasi Pancasila. Akhirnya para teroris dan kelompok Islam perusak Indonesia meracuni dengan dalil-dalil jihad yang menghasilkan berbagai bentuk penjahat kelas berat dengan label “Jihad dan Berjuang di Jalan Allah Swt.” sangat disayangkan jika hal ini terus terjadi. Walau sudah ada tim densus 88 untuk meredam dan menghentikannya, pesantren juga harus siap untuk membantu dan mencegah dengan jalan menyempurnakan kurikulum yang dijalankan dengan menambah hukum positif nasional. Semua tentu demi pemahaman, nasionalisme, perdamaian dan mewujudkan Islam yang sebenar-benarnya serta Islam rahmatal lil ‘alamin.
Progam Strategis
Berbagai tujuan sudah dikemukakan, baik yang konkrit maupun tidak, baik yang jangka panjang maupun jangka pendek, baik yang ditunjukan maupun tidak. Jika hanya tujuan yang dibuat bagus dan menyakinkan sedangkan progam strategis yang diajukan biasa-biasa saja atau bahkan tidak ada maka sama dengan tidak ada.
Untuk melaksanakan pendidikan kesadaran hukum perlu beberapa kurikulum dan konsep pendidikan yang jitu juga. Pendidikan hukum, pelatihan tentang kesadaran hukum dan keadilan serta berbagai loka karya pernah dilakukan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia terhadap beberapa perwakilan pesantren saja. Setelah itu pesantren yang mengikuti tidak mengembangkan dan disimpan sendiri.
Sudah saatnya para mahasiswa asal pesantren yang pernah kuliah di fakultas Syariah atau fakultas hukum turun tangan dan membagikan ilmunya. Progam-progam konkrit yang harus dilakukan adalah mencari waktu yang tepat dan membuat kurikulum dasar (berisi pengetahuan dasar tentang hukum Indonesia). Akan tetapi, semua dilakukan dengan tetap meminta izin kepada pondok pesantren dengan musyawarah dan pengajuan progam kepada pihak Pembina atau pengurus pesantren. Masih banyak lagi cara-cara untuk mencapai tujuan utama, kesadaran hukum dan keadilan kaum santri serta Nasionalisme-Islami.
Progam Pendidikan Hukum Islam
Sebagaimana yang telah disampaikan bahwa hukum Islam di pesantren sudah sangat familiar. Sudah ada. Sudah diajarkan. Secara mendalam ataupun tidak, hukum Islam menjadi pelajaran utama dan wajib diberbagai pesantren. Baik salafiyah maupun modern. Baik daerah maupun nasional. Baik pondok bahasa, pondok hadist, pondok nahwu dll.
Progam pendidikan hukum Islam sudah ada, inggal memperbaiki dan memberikan pengetahuan sana-sini tentang pelaksanaan dan perkembangannya.
Progam Pendidikan Hukum Indonesia
Sebuah rencana dan aksi menuju suatu tujuan harus ada. Rencana yang diajukan adalah membentuk kurikulum baru dari pesantren dengan memasukan hukum nasional Indonesia ke dalam salah satu mata pelajaran. Boleh di diniyahnya, di kajian ekstranya atau juga di sekolah formalnya. Pada intinya pendidikan hukum Islam dan korelasi dengan hukum Nasional ini harus diberi jatah untuk menyelamatkan santri dari pengaruh radikal yang berpikir Islam secara dangkal. Juga demi kedamaian masa mendatang. Itu dari segi hukum pidana. Sedangkan dari hukum perdata, para santri perlu diajak berdiskusi mengenai perkawinan, kewarisan, dan keperdataan. Mungkin juga masih banyak manfaat lainnya. Para santri siap untuk mendaftar di fakultas hukum dan syariah, bukan lagi ke pendidik agama islam atau pendidikan guru madrasah ibtidaiyyah saja.
Memahamkan Pentingnya Sadar Hukum
Sebuah kerja keras untuk mencapai sebuah tujuan. Yang terpenting adalah tujuan yang akan dicapai haruslah sudah ada. Dalam hal ini juga sudah ada, yaitu memahamkan pentingnya Sadar Hukum. Sadar adalah tahu dan mengerti. Hukum adalah peraturan yang telah disepakati dan disetujui. Jadi, sadar hukum adalah mengetahui dan mengerti peraturan yang telah disepakati bersama dan sudah dipakai atau diresmikan.
Sadar hukum seakan-akan tidak ada hubungannya dengan pesantren dan keagamaan, namun harus diadakan. Untuk obyek yang dituju juga sudah jelas, mulai dari pengurus pondok, organisasi santri serta para santri itu sendiri, baik laki-laki maupun perempuan.
Hal yang tak begitu familiar ada di pondok ini memang sudah saatnya diadakan. Bukan hanya sebagai pemberantasan pelanggaran hukum nasional. Mungkin juga bisa dipakai dalam hal aturan di pondok pesantren, sanksi yang diberikan juga harus sesuai dengan hak kemanusiaan sebagaimana hukum positif yang dipakai oleh bangsa Indoensia, yang berwujud Undang-Undang Dasar  (UUD)  1945, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) dan sebagainya masih banyak lagi. Pada intinya kesadaran hukum harus dibangun oleh pesantren terhadap santri. Kekerasan atas nama apapun di berbagai daerah yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya maslah agama dan suku harus segera dihentikan oleh umat muslim Indonesia.
Memotong Generasi Hukum Rimba di Pesantren
Suatu hari, salah beberapa santri bercerita tentang hukuman bagi santri yang mencuri barang-barang santri. Dari salah satu pondok di Jawa Timur bercerita bahwa pencuri dipukuli bareng-bereng hingga pernah dipanggilkan polisi oleh orang tua pencuri. Dari Jawa Tengah, santri yang mencuri langsung dipukul memakai besi yang agak besar di punggungnya hingga dia mengaku dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Juga ada yang lebih kasar, di daerah Tuban ada pesantren yang jika menemukan santrinya mencuri langsung dimasukan ke dalam sebuah kamar. Ada 3 orang algojo yang siap menendang dan memukul hingga babak belur dan kadang juga berdarah, serta tanggal beberapa gigi. Ada juga yang tidak ke fisik namun lebih kepada mental. Santri yang dicurigai mencuri atau ketahuan mencuri tidak dihajar. Hanya tidak ditemani, dimarahi jika salah dan tidak pernah diajak omong oleh siapapun yang ada di pesantren hingga santri yang mencuri memilih untuk pulang.
Itu semua adalah gambaran bagaimana hukum rimba, main hukum sendiri dan berbagai hukuman yang kejam telah ada di pondok. Jelas bahwa yang dipakai bukan hukum Islam juga bukan hukum Nasional, berarti kan hukum rimba. Pihak pesantren kadang juga membiarkan bahkan menyuruh hal seperti itu. Memang semua itu demi kebaikan. Namun, jika hukuman yang diberikan terlalu kasar, tidak manusiawi dan kadang tidak adil juga. Perlu ditangani dengan benar-benar. Kesadaran dan sistem hukum di pesantren harus segera dirubah. Pendidikan hukum di sini juga berfungsi untuk menangani hukum secara struktural bukan hanya dengan fungsional.
Bukannya, melindungi pencuri dan penjahat. Tetapi, semua masih manusia, sudah sepantasnya diperlakukan sebagai manusia dan diberikan hukuman yang mendidik dan menyadarkan. Bukan hanya hukuman yang membuat benci satu sama lain, menambah musuh dan kadang memecah belah santri. Memang pendidikan hukum inilah yang harus ada sebagai pemotongan generasi maling di pesantren dan generasi main hakim sendiri yang memakai dasar hukum rimba.
Meningkatkan Nasionalisme-Islami Santri
Nasionalisme menurut kamus besar bahasa Indonesia bisa berarti mencintai bangsa dan negaranya sendiri. Menjiwai bangsa. Sedangkan menurut seorang tokoh, Nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dl suatu bangsa yg secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu.
Pengertian di atas menunjukan bahwa nasionalisme adalah hal yang perlu dan penting bagi semua anggota sebuah negara, termasuk santri dan kyai. Pada hal ini Nasionalisme yang dimaksut adalah nasionalisme yang berlandaskan dengan Pancasila dan nilai-nilai ke-Islam-an. Karena siapa tahu, suatu saat nanti Indonesia berubah menjadi negara kafir dengan melarang seluruh kegiatan agama Islam. Mematikan penyebaran dan dakwah Islam. Atau juga bisa islam akan tetapi melarang kegiatan Islam lainnya yang beda dengan aliran para penguasa.
Berbagai cara untuk meningkatkan Nasionalisme para santri memanglah sangat banyak. Juga masih ada konsep-konsep atau progam untuk membuat para santri memiliki semangat dan jiwa nasionalisme yang tinggi.
Penanaman pemahaman terhadap hukum Islam dan Hukum nasional pastinya juga boleh dan bisa dipakai untuk hal-hal yang berhubungan dengan nasionalisme. Pertanyaanya adalah, apa korelasi atau hubungan dari pendidikan hukum dengan nasionalisme bagi kaum pesantren. Pendidikan hukum sudah diadakan dahulu, kemudian di dalam pendidikan hukum tersebut akan dikemukakan mengenai pendirian hukum di Indonesia, pendirian bangsa, pemakaian hukum Islam dalam pelaksanaan negara, pengaruh dan kedudukan hukum Islam dalam hukum Indonesia atau dalam sistem yang ada di Indonesia. Tapi, mengapa Indonesia masih korupsi. Ya, hanya formilnya saja yang Islami. Namun, dalam hal pelaksanaanya masih banyak kaum muslimin yang menjadi birokrasi belum bisa merubah sistem yang ada di dalam sistem. Sehingga kaum muslimin yang masih kotor jiawanya harus diganti para santri yang sudah digembleng­ akhlaknya lewat kitab-kitab tasawuf dan akhlak seperti : Nasha Ihul Ibad, Minahus Saniyah dan lain-lain masih banyak lagi.
Dengan demikian santri juga siap membangun negeri dan membersihkan pemerintahan. Walau susah payah dan angat sulit sekali. Mereka akan memegang ajaran pesantren bahwa Allah selalu dikalangan orang yang benar, walu tidak senang tapi pasti akan menang. Walau tidak menang pasti akan selamat.
Di sinilah letak nasionalisme yang akan dibangun, kemudian ditingkatkan dan akhirnya bisa diimplementasikan oleh para santri dalam kehisupan sehari-hari. baik sebelum lulus ataupun sudah. Baik  masih di pesantren ataupun sudah pulang ke rumah.
Jadi, tujuan utama untuk memotong tali main hukum sendiri dan juga meningkatkan nasionalisme siap diusahakan.

Posting Komentar

0 Komentar