11/01/2011
“Mama
. . . aku berangkat dulu ya..” kataku sambil mencium tangan mama. Mama tak
menjawab, beliau hanya mengelus lembut rambut ikalku sambil tersenyum. Aku pun
berangkat sekolah diantar sopir PRIBADI-ku eh maksudku sopir angkot yang biasa
mengantar PRIBADI-ku yang ceria ini ke sekolah (hehe, berlagak kayak anak
gedongan). Hanya butuh seperempat jam saja, mobil hijau (red. angkot) yang aku
kendarai tiap hari ini sudah sampai di depan sekolah. Aku masuk melewati
gerbang sekolah dengan senyum merekah, senyumku bukan karena aku senang akan
menerima pelajaran hari ini, tapi karena nanti usai pulang sekolah, aku akan bertemu dengan orang yang selama ini membuatku penasaran. Ahay, senangnya 😃
*****
Kupandangi
jam dinding yang ada di atas papan tulis, rasanya pelan sekali berputarnya.
Padahal aku sudah tak sabar ingin bertemu dengan Kak Ian. Penjelasan Bu Tutik
mengenai akuntansi benar-benar membuatku jenuh. Satu pun penjelasan beliau tak
ada yang masuk ke sela-sela otakku. Andai saja aku punya kekuatan untuk memutar
jarum jam secara magic, sudah pasti saat ini aku sudah tidak di dalam kelas yang
membosankan ini.
“Ayolah
jam dinding, aku hanya ingin segera bertemu dengan Kak Ian.” gumamku dalam
hati.
Kak
Ian adalah pria yang humoris, meski aku belum pernah sama sekali bertemu
dengannya, dari cara berbicaranya di telpon yang ceplas-ceplos selalu diselingi
dengan candaan yang membuatku tertawa lepas. Belum pernah aku merasa seakrab
itu dengan seorang pria. Apalagi sudah hampir tiga tahun ini aku tak mengenal
pria lain selain Kak Ian, karena aku menuntut ilmu di sekolah yang isinya cuma
kaum hawa. Bayangkan betapa membosankannya hidupku setiap hari hanya bertemu
dengan makhluk yang sejenis denganku. Kak Ian sedikit membantu untuk
menghilangkan kebosananku dengan teman-teman wanita disekelilingku.
*****
Jam
12.30 sekolah usai. Aku bergegas memencet tombol hape untuk menghubungi Kak
Ian.
“Iya
dek, bentar lagi aku nyampek ke sekolahmu kok.” suara Kak Ian dari seberang
sana, seketika itu jantungku berdegup lebih kencang. Kenapa deg-deg-an kayak
gini? tarik napas-buang napas, tarik napas-buang napas, aku mencoba mengurangi
rasa nervous ini. Tiba-tiba, ada seorang pria mengendarai motor berhenti di
depanku, ia mengenakan kaos putih polos. Berambut cepak. Berkulit sawo matang.
Dan wajahnya benar-benar manis. Wuih, tipe aku banget!!
“Dek
Arda ya?” katanya sambil memandangiku.
“Eh,
i-iya.” jawabku terbata.
“Ayo
naik, kita cari makan yuk!” ajaknya ramah dengan senyum manis.
“Emmm,
i-iya.” Lagi-lagi aku menjawab dengan terbata. Aku segera naik ke atas motornya
dengan perasaan bahagia. Kami menuju ke salah satu tempat makan dipinggir
jalan, tempatnya lesehan, kami memesan dua nasi goreng dan dua es jeruk. Kami
makan sambil bercanda-ria.
“Kak,
emang pulang kerjanya jam setengah satu ya?” tanyaku.
“Enggak,
aku tadi sengaja bolos kerja buat ketemuan sama princess-ku yang cantik.”
jawabnya dengan tersenyum manis. Seketika itu hening. Dan tiba-tiba Kak Ian
ngakak ngelihat expresi wajahku yang melongo.
“Hahaha,
kamu itu kalau melongo keliatan jelek banget dek! Jangan gitu ya dek, aku jadi
il-fil ngeliatnya!” Katanya sambil terus ngakak dan membuat pipiku memerah
karena malu. Tak terasa sudah sore, aku diantar pulang Kak Ian sampai rumah. Ia
kupersilahkan masuk, tapi ia menolaknya dengan senyuman, katanya sih ia ada
perlu jadi gak bisa mampir. Padahal aku masih ingin berlama-lama ngobrol
dengannya.
“Assalamu’alaikum
Ma!” kataku sambil membuka pintu.
“Wa’alaikum
salam. Kamu kok senyam-senyum gitu Da? Hayo, cowok tadi itu siapa?” Tanya Mama
bersemangat. Ternyata mama mengintip di balik jendela dan melihatku pulang
dengan seorang pria.
“Itu
Kak Ian yang sering aku critain ke mama itu loh! Tadi aku diajak makan siang
sama dia Ma! Orangnya lucu banget loh Ma! Gimana cakep kan Ma?” celotehku gak
kalah semangatnya. Dan aku menceritakan semua yang kualami dari pertama ketemu
Kak Ian sampai aku dianter pulang ke rumah, mamaku hanya senyam-senyum
mendengar ceritaku, mungkin mama merasa bahagia karena baru pertama kali ini
aku dianter pulang sama cowok, dan sepertinya mama tahu betul kalau aku suka
banget sama Kak Ian yang manis itu.
*****
25-01-2011
Hari-hariku
berbeda dengan biasanya. Mulai saat ini aku punya kekasih yang ramah, yang
manis, yang lucu, yang baik, yang perhatian, yang apa lagi ya? Pokoknya is the
best lah pokoknya. Dua hari yang lalu, Kak Ian menyatakan cintanya dan aku pun
juga cinta padanya. Kami pun menjadi sepasang kekasih yang berbahagia. Duh,
senengnya.. 😄
Tiap
pagi aku diantar Kak Ian ke sekolah, dan saat pulang sekolah Kak Ian
menjemputku. Dan kebetulan, jam istirahat kerja Kak Ian sama dengan jam pulang
sekolahku. Setiap hari Kak Ian selalu membuatku berbunga-bunga, ia pandai
menggombal, tak kusangka ternyata ia tipe cowok romantis. Tiap hari ada saja
kata-kata indah yang ia ucapkan dan itu membuatku merasa nyaman memiliki
seorang kekasih. Kemana-mana aku selalu bersamanya. Bahkan sekedar mem-fotokopi
tugas akuntansi di deket rumahku, ia menemaniku. Aku benar-benar merasa
bagaikan seorang putri kerajaan yang selalu ditemani oleh pangeran yang setia
menemani. Mama pun merestui hubunganku dengan Kak Ian yang akrabnya sudah
seperti adik-kakak. Karena mama tahu, aku butuh seorang kakak yang
melindungiku, yang menjagaku diusiaku yang masih belia ini.
*****
25-03-2011
Genap
tiga bulan aku menjalin kasih dengan Kak Ian. Dan tiba-tiba Kak Ian
meberitahuku kabar yang membuatku amat teramat sedih. Ia akan pergi ke
Singapura karena pekerjaannya dan akan meninggalkanku selama setengah tahun.
Aku merengek dan mencegahnya berangkat ke Singapura. Tapi Kak Ian meyakinkan
bahwa ia akan setia meski jauh dariku, ia berjanji akan selalu menghubungiku
meski hanya via chatting di Facebook. Dengan berat hati aku rela ditinggal Kak
Ian. Hari demi hari aku merasa kesepian, kekasih yang sudah seperti kakakku
sendiri sudah tak ada disampingku. Rasanya seperti saat aku ditinggalkan ayahku
untuk selama-lamanya. Aku banyak menghabiskan waktu untuk melamun di dalam
kamar. Mama sering mengingatkanku agar tidak bersedih. Tetapi aku tak bisa, Kak
Ian adalah segala-galanya bagiku.
*****
20-06-2011
Tak
terasa, aku sudah lulus dari SMK (Sekolah Menengah Kejuruan), dan mama bilang
kalau beliau tak punya biaya untuk menyekolahkanku diperguruan tinggi. Aku pun
terima hal itu, karena aku tahu biaya kuliah sangatlah mahal dan mama hanya
seorang penjahit yang berpenghasilan minim. Akhirnya, aku melamar pekerjaan
kesana kemari untuk membantu mama. Tiap hari aku hanya di rumah membantu mama
menjahit baju orderan dan menunggu adanya panggilan interview dari perusahaan
yang kulamar.
*****
31-08-2011
Sudah
dua bulan aku menganggur dan belum juga mendapat pekerjaan. Terkadang aku bosan
menganggur seperti ini, andai saja ada Kak Ian disini, pasti ia akan
menghiburku dan membantuku mencari pekerjaan. Aku rindu padanya, hingga suatu
hari aku pergi ke warnet untuk membuka Facebook, aku membuka kotak pesan dan
hasilnya nihil, tak ada kabar dari Kak Ian, sudah lima bulan ia meninggalkanku,
aku kecewa, aku merasa telah dibohongi Kak Ian. Mungkin Kak Ian sudah tidak
mencintaiku.
*****
14-09-2011
Saat
kekecewaanku yang sangat mendalam, tiba-tiba ada sesuatu yang membisikkan ke
hatiku bahwa Kak Ian bukanlah pria yang baik. Aku berusaha untuk melupakan Kak
Ian, karena aku yakin, penantianku ini akan sia-sia. Hingga pada sore hari ini,
ada tamu yang datang ke rumah, seorang pria sederhana berwajah ramah yang
merupakan anak dari teman sekolah mama yang meninggal beberapa tahun yang lalu
karena kecelakaan, orang tuanya meninggal dunia kedua-duanya saat kecelakaan.
Ia sebatang kara. Dan ia datang ke rumah bermaksud untuk melamarku. Di ruang
tamu, aku hanya bisa terdiam dalam lamunanku. Mama dan pria itu mengobrol di
sebelahku. Dan tiba-tiba . . .
“Da,
gimana? Syarif ingin mengkhitbahmu. Kamu mau menikah dengannya?” Ucap mama yang
mengagetkanku.
“Eh,
emmm..” aku bingung harus menjawab apa, aku tak mengenalnya, baru saja ia ke
rumah dan ia berniat untuk melamarku.
“Dek,
kenapa diam? Kamu belum siap untuk menikah?” kata Syarif lemah lembut sambil
menunduk, ia tak menatapku, ia adalah pria yang benar-benar alim, ia tahu
bagaimana cara menjaga pandangan terhadap lawan jenis. Seketika itu aku merasa
kagum akan ke-sholehannya.
“Emmm,
beri aku waktu untuk berfikir Mas, aku masih berat untuk meninggalkan mamaku
sendirian jika kelak aku menikah denganmu.” Jawabku dengan nada serendah
mungkin dan berhati-hati agar pria itu tidak tersinggung.
“Baiklah,
aku akan menunggumu menjawab pinanganku.” Kata Syarif dengan nada bijaksana.
Kemudian ia berpamitan pulang dan berjanji akan datang kembali minggu depan
untuk mendapatkan jawabanku.
*****
20-11-2011
Hari
ini aku menandatangani buku nikah, begitu pula suamiku, ia tersenyum indah
ketika menandatangani buku nikah. Suamiku adalah Mas Syarif yang sholeh. Dengan
mahar uang lima ratus ribu dan seperangkat alat shalat serta Al-Qur’an, Mas
Syarif dan aku sah menjadi pasangan suami-istri. Perlahan-lahan, aku mulai bisa
mencintainya. Ia sangat perhatian terhadapku. Ia sangat baik, dan selalu
membuatku tersenyum, ia juga pria yang romantis, mengingatkanku pada Kak Ian.
Yah, Kak Ian yang meninggalkanku tanpa kabar sama sekali, bahkan aku pun tak
tahu keberadaannya.
Hari-hariku
berubah, semuanya jadi sangat bahagia. Aku dan mama tinggal bersama suamiku
tercinta, ia sangat menyayangi mamaku, ia tak keberatan jika mama tinggal di
rumah kami. Ia sudah menganggap mama adalah ibu kandungnya sendiri.
Tiap
pagi aku membuat sarapan dengan penuh cinta untuk suamiku. Di siang hari, ia
pulang dari mengajar murid-muridnya di sekolah dan ia menemaniku dengan
mengajarkanku tentang Islam lebih mendalam. Dan akhirnya, aku memakai jilbab
hingga saat ini, bukan karena suamiku, tapi karena Allah melalui perantara
suamiku yang membimbingku.
*****
06-02-2012
“Sayang,
kapan ya kita dikasih Allah seorang anak?” kata Mas Syarif lembut dengan
membelai rambut ikalku dan mengecup keningku.
“Iya
Mas, aku juga pengen gendong adek.. ugh, senengnya kalau punya anak ya Mas.”
jawabku manja sambil memeluk pinggang suamiku.
*****
07-02-2012
Keesokan
harinya aku diantar suamiku ke dokter. Dan kata dokter aku sudah hamil dua
bulan.
“Alhamdulillah
Yang, kita bakalan punya adek di rumah!” kata Mas Syarif dengan mata berbinar.
*****
08-03-2012
Siang
itu aku sudah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, mulai dari mengepel lantai,
mencuci piring, mencuci baju, hingga memasak untuk makan siang suamiku
tercinta. Jam satu lewat lima menit, biasanya suamiku sudah pulang, tapi hari
ini ia belum tiba juga. Untuk mengisi kebosananku, aku ke kamar dan menyalakan
leptop Mas Syarif dan menancapkan modem di salah satu sisi leptop. Aku membuka
Facebook yang sudah lama tak kubuka, niatnya sih hanya untuk menghilangkan rasa
bosan menunggu Mas Syarif pulang, dan ketika aku membuka kotak pesan di FB,
tiba-tiba muncul tulisan :
Dek
Arda Thalita tersayang, maafkan aku, aku meninggalkanmu begitu saja. Aku tahu
aku salah meninggalkanmu tanpa ada kabar sama sekali. Perlu kamu tahu, aku
bukanlah pria baik yang pantas untukmu. Aku tak mungkin jadi pendamping
hidupmu. Aku tahu, kau sangat mencintaiku, begitu pula denganku, aku sangat
sangat mencintaimu…
Saat
kau baca pesanku ini, mungkin aku sudah tidak ada lagi di dunia ini, mungkin
aku sudah tidak bisa melihat senyummu lagi…
Aku
pergi ke Singapura untuk operasi, aku mengidap penyakit kanker darah sejak dua
tahun yang lalu, tepat hari ini aku akan menjalani operasi pertamaku setelah
berbulan-bulan aku opname di rumah sakit…
Aku
sengaja tidak memberitahumu karena aku tidak ingin melihatmu sedih bahkan
menangis, sehingga aku berbohong kepadamu kalau aku sibuk bekerja, padahal
usiaku tinggal sedikit lagi…
Maafkan
aku dek . . .
Adrian
Pratama Putra - 20 Nov 2011 00:20
Aku
hanya menangis, menangis dan terus menangis…
0 Komentar